BAB II
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG
Alquran adalah salah satu mukjizat Nabi
Muhammad SAW. Orang-orang yang menganggap bahwa Alquran itu merupakan karangan
Nabi Muhammad berarti ia telah mengingkarinya sebagai “Nabi” dan mensifatinya
sebagai “Ilahi”. Sebab Alquran tidak mungkin dikarang oleh manusia.
Beriman kepada alquran dan kitab suci lainnya yang diturunkan Allah SWT
yaitu Shuhuf Ibrahim, Shuhuf Musa yaitu Taurat, Zabur yang diturunkan kepada
nabi Daud dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa. Alquran adalah “hakim”
atas semua kitab tersebut dan sebagai timbangan untuk mengetahui kebenaran
dan keabsahannya dari yang telah diselewengkan atau diubah. Allah SWT berfirman
dalam Surah Al-Maidah : 48 :”Kami telah menurunkan kitab Alquran kepadamu
dengan membawa kebenaran, membenarkan kitab-kitab yang diturunkan
sebelumnya serta menjadi “Penghukum” bagi kitab-kitab lain”. Oleh karena itu,
dengan makalah ini diharapkan kita mendapatkan pemahaman tentang kitab- kitab
yang telah diwahyukan kepada nabi rasul terdahulu.
II.
BATASAN
MASALAH
III.
TUJUAN
BAB
II
PEMBAHASAN
KITAB-KITAB ALLAH
SWT
Dalam agama Islam dikenal empat buah
kitab yang wajib kita percaya serta kita imani. Jumlah kitab suci sebenarnya
tidak dijelaskan dalam Alquran dan juga dalam Hadis. Selain dari kitab Allah
yang diturunkan melalui rosul melalui malaikat jibril, kita juga bisa
berpedoman pada hadist nabi Muhammah SAW dan sahifah-sahifah / suhuf /lembaran
firman Allah SWT yang diturunkan pada nabi Adam, Ibrahim dan Musa AS.Percaya
pada kitab-kitab Allah SWT hukumnya adalah wajib 'ain atau wajib bagi
seluruhwarga muslimin di seluruh dunia. Dilihat dari pengertian atau arti
definisi, kitab AllahSWT adalah kitab suci yang merupakan wahyu yang diturunkan
oleh Allah SWT melaluirasul-rasulnya untuk dijadikan pedoman hidup umat manusia
sepanjang masa. Orangyang mengingkari serta tidak percaya kepada Alquran
disebut orang-orang yang murtad. Daftar kitab Allah SWT beserta Rasul penerima
wahyunya :
1. Kitab
Taurat diturunkan kepada Nabi Musa AS berbahasa Ibrani
2. Kitab
Zabur diturunkan kepada Nabi Daud AS berbahasa Qibti
3. Kitab
Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS berbahasa Suryani
4. Kitab Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berbahasa Arab
Apa saja yang diberitakan oleh Allah
kepada kita dalam Alquran mengenai kitab-kitab ini, maka kita harus
mengimaninya. Dan menyatakan kekufuran orang yangmengingkarinya. Berita-berita
dari kitab-kitab tersebut yang sesuai dengan Alquran, maka kita dapat meyakini
keabsahannya sepanjang belum diselewengkan. Sedangkan jika ada berita-berita
yang bertentangan dengan yang disebutkan oleh Alquran maka kita yakini bahwa
hal itu telah diselewengkan dari aslinya.
1. Kitab Taurat
Kitab
Taurat adalah kumpulan firman-firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Musa
as. Kitab ini berlaku hanya bagi Nabi Musa as. dan Bani Israil. Firman Allah
SWT.
“Dan sesungguhnya
Kami telah mendatangkan Al Kitab (Taurat) kepada Musa. ” (QS. Al
Baqarah: 87).
“Dan Kami berikan kepada Musa kitab Taurat dan
Kami jadikan kitab Taurat petunjuk bagi Bani Israil.” (QS. Al
Isra’: 2).
Kitab
Taurat ini hanyalah salah satu bagian dari Kitab suci agama Yahudi yang disebut
Biblia/Al Kitab (terdiri dari Thora, Nabiin, dan Khetubiin). Di kemudian hari
orang Kristen menamainya Perjanjian Lama (Old Testament). Konon Taurat yang
tertuang dalam Perjanjian Lama tersebut berasal dari Nabi Musa as. dan dibagi
menjadi lima kitab, yaitu :
1. Kitab
Kejadian (Genesis) yang mengisahkan kejadian alam semesta, kejadian Adam dan
Hawa serta dikeluarkannya mereka dari surga, dan turunnya Adam , dan sejumlah
Nabi sampai Yusuf as.
2. Kitab
Keluaran (Exodus) yang mengisahkan tentang keluarnya Bani Israil dari Mesir
yang dipimpin Nabi Musa as. akibat penindasan Fir’aun, keberadaan Musa di
Padang Tih, Semenanjung Sinai selama 40 tahun, munajat Musa as. terhadap Yahwe
(Allah SWT), sampai turunnya Sepuluh Perintah.
3. Kitab
Imamat (Leviticus) yang berisi kumpulan hukum/syariat dalam agama Yahudi.
4. Kitab
Bilangan (numbers) yang menerangkan jumlah keturunan dua belas Bani Israil pada
zaman Nabi Musa as.
5. Kitab
Ulangan (Deuteronomy) yang berisi pengulangan kisah kepergian Bani Israil dari
Mesir dan pengulangan kumpulan peraturan.
Kata
Taurat berasal dari bahasa Ibrani: “Thora” yang berarti syariat atau hukum.
Kitab Taurat itu sendiri memang diturunkan dalam bahasa Ibrani. Nama Taurat
disebut dalam Al Qur’an sebanyak delapan belas kali. Isi pokok kitab ini adalah
Sepuluh firman atau Perintah (Ten Commandements) Allah SWT yang diterima oleh
Nabi Musa as. ketika berada di puncak gunung Thursina.
Sepuluh
Firman atau Perintah yang mencakup asas-asas akidah (keyakinan) dan asas-asas
syariat (kebaktian) itu termuat dalam kitab Keluaran pasal 20: 1-17 dan Kitab
Ulangan pasal 5: 1-21. Sepuluh Perintah Allah SWT tersebut sebagai berikut:
1.
Keharusan
mengakui ke-Esa-an Allah dan mencintai-Nya.
2. Larangan
menyembah patung atau berhala, sebab Alllah SWT tidak dapat diserupakan dengan
makhluk-makhluk-Nya baik yang ada di langit, di darat, maupun di air.
3.
Perintah
menyebut nama Allah SWT dengan hormat
4.
Perintah
memuliakan hari Sabat (sabtu)
5.
Perintah
menghormati ayah-ibu
6.
Larangan
membunuh sesama manusia
7.
Larangan
berbuat cabul (mendekati zina)
8.
Larangan
mencuri
9.
Larangan
berdusta (menjadi saksi palsu)
10. Larangan berkeinginan memiliki atau menguasai
barang orang lain dengan cara yang tidak benar.
Selain
Sepuluh Firman atau Perintah Allah SWT tersebut, Nabi Musa as. juga menerima
wahyu lain tentang cara melaksanakan sholat, berqurban, upacara, dan lain
sebagainya. Dalam menyiarkan ajaran tersebut, Nabi Musa as., dibantu oleh
saudaranya, Nabi Harun as.
Hanya
saja, yang patut disesalkan, beberapa waktu lamanya setelah Nabi Musa as.
wafat, isi kitab Taurat telah diubah oleh pemuka Yahudi. Sebagian firman Allah
SWT dalam kitab tersebut mereka gelapkan, sebagaimana telah diberitakan oleh
Allah SWT dalam Al Qur’an. “Dan mereka tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan
yang semestinya saat mereka berkata:
“Allah
tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia.” Jawablah (ya Muhammad): “Siapakah
yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan
petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembarann-lembaran kertas yang
bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian
besarnya, padahal telah diajarkan apa yang kamu dan bapak-bapak kamu belum
ketahui.” Katakanlah: “Allah (telah menurunkannya)”.
Kemudian biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.” (QS.
Al An’am: 91).
Maksudnya
Nabi Muhammad saw disuruh meninggalkan orang-orang yang mempermainkan agama
setelah menyampaikan petunjuk yang benar.
Di
antara isi Kitab Taurat yang diubah adalah tentang kerasulan Muhammad dan
sifat-sifatnya. Firman Allah SWT.
“Apakah kamu (umat Muhammad) masih mengharapkan mereka
akan percaya kepadamu, padahal sebagian mereka telah mendengar firman Allah,
lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 75).
Ayat ini
menegaskah bahwa di antara orang Yahudi ada yang mengubah isi Taurat, antara
lain yang berhubungan dengan kerasulan Muhammad saw.
Setelah
adanya perubahan isi dalam kitab Taurat tersebut, masihkah kita wajib
mempercayainya? Disalah satu cara menyikapi kitab Taurat seperti yang
diterangkan dalam Ensiklopedi Islam Indonesia karya Tim Penulis IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta: Djambatan, 1992.
“… Oleh
karena itu keimanan umat Islam dengan Taurat sebagai satu di antara kitab-kitab
suci yang diwahyukan sebelum Alquran, sudah cukup dalam bentuk membenarkan
berita Alquran dan hadits Nabi, bahwa dulu Nabi Musa menerima firmann-firman
Tuhan, yang dinamakan dengan Taurat. Sebagian firman-firman yang disampaikan
kepada Musa itu disebutkan dalam Alquran dan apa yang disebutkan Alquran itu
tentu dipercaya sebagai bagian dari kandungan Taurat”.
Nabi Musa as.
memperoleh kitab Taurat
Dalam
perjalanan menuju Thur Sina setelah melintasi lautan di bahagian utara dari
Laut Merah dan setelah mereka merasa aman dari kejaran Fir’aun dan kaumnya.
Bani Isra’il yang dipimpin oleh Nabi Musa itu melihat sekelompok orang-orang
yang sedang menyembah berhala dengan tekunnya. Berkatalah mereka kepada Nabi
Musa : “Wahai
Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan berhala sebagaimana mereka mempunyai
berhala-berhala yang disembah sebagai tuhan.” Musa menjawab: “Sesungguhnya
kamu ini adalah orang-orang yang bodoh dan tidak berfikiran sehat. Persembahan
mereka itu kepada berhala adalah perbuatan yang sesat dan bathil serta pasti
akan dihancurkan oleh Allah. Patutkah aku mencari tuhan untuk kamu selain Allah
yang telah memberikan kurnia kepada kamu, dengan menyelamatkan kamu dari
Fir’aun, melepaskan kamu dari perhambaannya dan penindasannya serta memberikan
kamu kelebihan di atas umat-umat yang lain.Sesungguhnya suatu permintaan yang
aneh dari kamu, bahwa kamu akan mencari tuhan selain Allah yang demikian besar
nikmatnya atas kamu, Allah pencipta langit dan bumi serta alam semesta. Allah
yang baru saja kamu saksikan kekuasaan-Nya dengan ditenggelamkannya Fir’aun
berserta bala tentaranya untuk keselamatan dan kelangsungan hidupmu.”
Perjalanan
Nabi Musa dan Bani Isra’il dilanjuntukan ke Gurun Sinai di mana panas matahari
sangat teriknya dan sunyi dari pohon-pohon atau bangunan di mana orang dapat
berteduh di bawahnya. Atas permohonan Nabi Musa yang didesak oleh kaumnya yang
sedang kepanasan diturunkan oleh Allah di atas mereka awan yang tebal untuk
mereka bernaung dan berteduh di bawahnya dari panas teriknya matahari. Di
samping itu tatkala bekalan makanan dan minuman mereka sudah berkurangan dan
tidak mencukupi keperluan. Allah menurunkan hidangan makanan “manna” – sejenis
makanan yang manis sebagai madu dan “salwa” – burung sebangsa puyuh dengan
diiringi firman-Nya: “Makanlah Kami dari makanan-makanan yang baik
yang Kami telah turunkan bagimu.”
Demikian
pula tatkala pengikut-pengikut Nabi Musa mengeluh kehabisan air untuk minum dan
mandi di tempat yang tandus dan kering itu, Allah mewahyukan kepada Musa agar
memukul batu dengan tongkatnya. Lalu memancarlah dari batu yang dipukul itu dua
belas mata air, untuk dua belas suku bangsa Isra’il yang mengikuti Nabi Musa,
masing-masing suku mengetahui sendiri dari mata air mana mereka mengambil
keperluan airnya. Bani Isra’il pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa
masih belum cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada mereka yang telah
menyelamatkan mereka dari perhambaan dan penindasan Fir’aun, memberikan mereka
hidangan makanan dan minuman yang lazat dan segar di tempat yang kering dan
tandus mereka menuntut lagi dari Nabi Musa agar memohon kepada Allah menurunkan
bagi mereka apa yang ditumbuhkan oleh bumi dari rupa-rupa sayur-mayur, separti
ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah karena mereka tidak puas
dengan satu macam makanan.
Terhadap
tuntutan mereka yang aneh-aneh itu berkatalah Nabi Musa: “Maukah
kamu memperoleh sesuatu yang rendah nilai dan harganya sebagai pengganti dari
apa yang lebih baik yang telah Allah kurniakan kepada kamu? Pergilah kamu ke
suatu kota di mana pasti kamu akan dapat apa yang telah kamu inginkan dan kamu
minta.”
Pokok
cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Alquran dalam surah “Al-A’raaf ayat
138 sehingga 140 dan 160 ; serta surah “Al-Baqarah” ayat 61 yang berbunyi
sebagai berikut : “138 Dan Kami seberangkan Bani Isra’il ke
seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap
menyembah berhala, mereka (Bani Isra’il) berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami
sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”.
Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui
(sifat-sifat Tuhan)”. 139 Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan
yang dianutnya dan akan batal yang selalu mereka kerjakan. 140 Musa berkata:
“Patuntukah aku mencari tuhan untuk kamu yang selain dari Allah, padahal Dialah
yang telah melebihkan kamu atas segala umat”. ( Al-A’raaf : 138 140 )
“160 Dan
mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar
dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: “Pukullah
batu itu dengan tongkatmu”. Maka memancarlah darinya dua belas mata air.
Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami
naungkan Awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa.
(Kami berfirman): “Makanlah baik-baik dari apa yang Kami telah rezekikan
kepadamu.” Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu
menganiaya dirinya sendiri.” ( Al-A’raaf : 160 )
“61 Dan
ingatlah ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak boleh sabar (tahan) dengan
satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, Agar
Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi, yaitu
sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya dan bawah
merahnya.” Musa berkata: “Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai
pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperolehi
apa yang kamu minta.” ( Al-Baqarah : 61 )
Menurut
riwayat sementara ahli tafsir, bahawasanya tatkala Nabi Musa berada di Mesir,
ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka sebuah kitab suci yang
dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang akan memberi bimbingan dan sebagai
tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan bermuamalah dengan sesama manusia
dan bagaimana mereka harus melakukan persembahan dan ibadah mereka kepada
Allah. Di dalam kitab suci itu mereka akan dapat petunjuk akan hal-hal yang
halal dan haram, perbuatan yang baik yang diredhai oleh Allah di samping
perbuatan-perbuatan yang mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan murkanya
Tuhan.
Maka
setelah perjuangan menghadapi Fir’aun dan kaumnya yang telah tenggelam binasa
di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar diberinya sebuah kitab
suci untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya kepada kaumnya. Lalu Allah
memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia berpuasa selama tiga puluh hari
penuh, yaitu semasa bulan Zulkaedah. Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina di mana
ia akan diberi kesempatan bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab penuntun
yang diminta.
Setelah
berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus menghadap kepada
Allah di atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa segan akan bermunajat dengan
Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang sedap akibat puasanya. Maka ia
menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan dalam usahanya menghilangkan bau
mulutnya. Ia ditegur oleh malaikat yang datang kepadanya atas perintah Allah.
Berkatalah malaikat itu kepadanya: “Hai Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan
gigimu untuk menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu kurang sedap,
padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami adalah lebih
sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu, Allah
memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga menjadi
lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari.”
Nabi
Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih diantara pengikutnya untuk
menyertainya ke bukit Thur Sina dan mengangkat Nabi Harun sebagai wakilnya
mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan selama kepergiannya ke tempat
bermunajat itu. Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri
di bukit Thur Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan
ketika ia ditanya oleh Allah: “Mengapa engkau datang seorang diri mendahului
kaummu, hai Musa?” Ia menjawab: “Mereka sedang menyusul di belakangku, wahai
Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih dahulu untuk mencapai ridha-Mu.”
Berkatalah
Musa dalam munajatnya dengan Allah: “Wahai Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku,
agar aku dapat melihat-Mu” Allah berfirman: “Engkau
tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cobalah lihat bukit itu, jika ia tetap
berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala, maka niscaya engkau akan
dapat melihat-Ku.” Lalu menolehlah Nabi Musa mengarahkan
pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang seketika itu juga
dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas.
Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pingsan.
Setelah
ia sadar kembali dari pingsannya, bertasbih dan bertahmidlah ia seraya memohon
ampun kepada Allah atas kelancangannya itu dan berkata: “Maha
Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku dn aku akan
menjadi orang yang pertama beriman kepada-Mu.” Dalam kesempatan
bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi Musa kitab suci “Taurat” berupa
kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir
yang di dalamnya tertulis segala sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai
pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang diredhai oleh Allah.
Allah
mengiring pemberian “Taurat” kepada Musa dengan firman-Nya: “Wahai
Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari manusia-manusia yang
lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan menyampaikan kepada
hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu keistimewaan dengan dapat
bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka bersyukurlah atas segala kurnia-Ku
kepadamu dan berpegang teguhlah pada apa yang Aku tuturkan kepadamu. Dalam
kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun tuntunan dan pengajaran yang akan
membawa Bani Isra’il ke jalan yang benar, ke jalan yang akan membawa
kebahagiaan dunia dan akhirat bagi mereka. Anjurkanlah kaummu Bani Isra’il agar
mematuhi perintah-perintah-Ku jika mereka tidak ingin Aku tempatkan mereka di tempat-tempat
orang-orang yang fasiq.”
Bacalah
tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah “Thaha” ayat 83 dan 84 dan surah
“Al-a’raaf” ayat 142 sehingga ayat 145 sebagaimana berikut : “83
Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?” 84 Berkata Musa:
“Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepadamu ya Tuhanku, agar
supaya Engkau redha kepadaku.” ( Thaha : 83 84 )
“142 Dan
Kami telah janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga
puluh malam dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi),
maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan
berkata Musa kepada saudaranya, yaitu Harun: “Gantilah aku dalam (memimpin)
kaumku dan perbaikilah dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang
membuat kerusakkan”. 143 Dan tatkala Musa datang untuk (munajat) dengan (Kami)
pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung)
kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku nampakkanlah (Zat Engkau) kepadaku agar
aku dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman: “Kamu sesekali tidak sanggup
melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya
(sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku.” Tatkala Tuhannya nampak
bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa pun
jatuh pengsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau,
aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang yang pertama beriman.” 144 Allah
berfirman: “Hai Musa sesungguhnya Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain
(di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku
sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah
kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” 145 Dan Kami telah tuliskan untuk
Musa luluh (Taurat) segala sesuatu sebagai pengajaran bagi sesuatu. Maka Kami
berfirman: “Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang
kepada (perintah-perintahnya) yang sebaik-baiknya, nanti Aku akan
memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq.” ( Al-A’raaf: 142 145).
2. Kitab Zabur
Kitab
Zabur adalah kumpulan firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Dawud as.
Firman Allah SWT. “Dan Kami berikan (kitab) Zabur kepada Dawud.”
(QS. Al Isra’: 55)
Kata
zabur (bentuk jamaknya zubur) berasal dari zabaraayazburu-zabr yang berarti
menulis. Makna aslinya adalah kitab yang tertulis. Zabur dalam bahasa Arab
dikenal dengan sebutan mazmuur (jamaknya mazamir), dan dalam bahasa Ibrani
disebut mizmor (nyanyian rohani yang dianggap suci).
Kitab
Zabur berisi kumpulan mazmur, yakni nyanyian rohani yang dianggap suci
(Inggris: Psalm) yang berasal dari Nabi Dawud as. 150 nyanyian yang terkumpul
dalam kitab ini berkisah tentang seluruh peristiwa dan pengalaman hidup Nabi
Daud as. mulai dari mengenai kejatuhannya, dosanya, pengampunan dosanya oleh
Allah, sukacita kemenangannya atas musuh Allah, kemuliaan Tuhan, sampai
kemuliaan Mesias yang akan datang. Jadi kitab ini sama sekali tidak mengandung
hukum-hukum atau syariat (peraturan agama), karena Nabi Dawud as. diperintahkan
oleh Allah SWT mengikuti peraturan yang dibawa oleh Nabi Musa as.
Secara
garis besarnya, nyanyian rohani yang disenandungkan oleh Nabi Daud as. terdiri
dari lima macam:
1.
Ratapan
dan doa individu;
2.
Ratapan-ratapan
jamaah;
3.
Nyanyian
untuk raja;
4.
Nyanyian
liturgy kebaktian untuk memuji Tuhan; dan
5.
Nyanyian
perorangan sebagai rasa syukur.
Nyanyian
pujian dalam Kitab Zabur antara lain, Mazmur:146
1.
Besarkanlah
olehmu akan Allah. Hai Jiwaku pujilah Allah.
2.
Maka aku
akah memuji Allah seumur hidupku, dan aku akan nyanyi pujian-pujian kepada
Tuhanku selama aku ada.
3.
Janganlah
kamu percaya pada raja-raja atau anak-anak Adam yang tiada mempunyai
pertolongan.
4.
Maka
putuslah nyawanya dan kembalilah ia kepada tanah asalnya dan pada hari itu
hilanglah segala daya upayanya.
5.
Maka
berbahagialah orang yang memperoleh Ya’qub sebagai penolongnya dan yang menaruh
harap kepada Tuhan Allah.
6.
Yang
menjadikan langit, bumi dan laut serta segala isinya, dan yang menaruh setia
sampai selamanya.
7.
Yang
membela orang yang teraniaya dan yang memberi makan orang yang lapar. Bahwa
Allah membuka rantai orang yang terpenjara.
8.
Dan
Allah membukakan mata orang buta, Allah menegakkan orang yang tertunduk, dan
Allah mengasihi orang yang benar.
9.
Bahwa
Allah akan berkerajaan kelak sampai selamaalamanya dan Tuhanmu, hai Zion! Zaman
berzaman. Besarkanlah Allah olehmu.
Mazmur
(nyanyian rohani yang dianggap suci) itulah yang kini dimuat dalam Perjanjian
Lama. Menurut Dr. F.L. Bakker, pendeta Kristen dari Belanda dan penulis buku
Sejarah Kerajaan Allah (judul aslinya: Geschiedenis der Gods Openbaring) dari
150 nyanyian rohani dalam Perjanjian Lama itu, hanya 73 di antaranya yang
berasal dari Nabi Dawud as. (yakni mazmur 3-9, 11-32, 34-41, 51-65, 68-70, 86,
101, 103, 108-110, 122, 124, 131, 138-145). Selebihnya adalah mazmur dari
putra-putra Korah (yaitu mazmur: 42, 44-49, 84, 85, 87, 88), mazmur Asaph (50,
73-83), mazmur Ma’a lot (120-134), dan mazmur Haleluyah (104-106, 111-113,
115-117, 135, 146-150).
3. Kitab Injil
Injil
adalah kitab yang berisi firman-firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi
Isa as. (Yesus Kristus), putra dari Maryam. Firman Allah SWT. “Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab
Injil, di dalamnya (berisi) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan
membenarkan kitab sebelumnya, yaitu Kitab Taurat, serta menjadi petunjuk dan
pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Maidah:
46)
Kata
Injil semula berasal dari bahasa Yunani euangelion yang berarti kabar gembira.
Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi Injil. Makna dari kabar
gembira yang dimaksud adalah karena Nabi Isa as. menggembirakan para umatnya
dengan berita akan kedatangan Muhammad saw sebagai utusan Allah SWT yang
terakhir untuk seluruh alam. Nabi Isa as. mengajarkan Injil kepada para
pengikutnya hanya selama tiga tahun. Tepatnya sejak usia 30 sampai usia 33
tahun. Lalu ia diangkat/diselamatkan oleb Allah SWT dari pengejaran kaum Yahudi
yang ingin menyalibnya.
Dalam
berdakwah Isa almasih dibantu oleh dua belas orang muridnya yang dalam Islam
dikenal dengan sebutan Hawariyyun (murid-murid Nabi Isa
yang sangat setia). Mereka ialah:
1.
Andreas
2.
Simon
Petrus
3.
Barnabas
4.
Matius
5.
Yahya
bin Zabdi
6.
Ya’kub
bin Zabdi
7.
Thadeus
8.
Yahuda
9.
Bartholomeu
10. Pilipus
11. Ya’kub bin Alpius
12. Yahuda Iskariot
Isi yang
terkandung dalam Injil ini berbeda dengan kitab-kitab terdahulu. Kitab Taurat
mengajarkan tentang Tauhid (ke-Esa-an Allah SWT), dan Kitab Zabur mengajarkan
puji-pujian (zikir dan doa) kepada Allah SWT, sedangkan Injil mengajarkan
tentang pembersihan jiwa-raga dari kekotoran (nafsu duniawi). Dengan kata lain,
Injil mengajak manusia untuk hidup zuhud, yakni pola hidup yang tidak
mengutamakan hal-hal yang bersifat duniawi.
Sebagai
umat Islam kita wajib mempercayai bahwa Injil merupakan kitab dari Allah SWT
yang diturunkan kepada Nabi Isa as. Akan tetapi umat Kristen berpendapat lain.
Menurut mereka, Injil adalah kisah atau laporan yang disusun oleh para pengikut
Isa Almasih tentang kehidupan Almasih, termasuk tentang pengajarannya kepada
Bani Israil atau Bangsa Yahudi agar mereka beragama secara benar.
Merupakan
mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا) [keduanya bererti:
membaca], atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat
menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan (قرأ قرءا
وقرآنا) sama seperti anda
menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan (غفر غفرا
وغفرانا). Berdasarkan makna
pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan
Ism Maf’uul, ertinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua
(Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, ertinya Jaami’
(Pengumpul, Pengoleksi) kerana ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan
hukum-hukum.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
شهر رمضان الذى أنزل فيه القرآن هدى للناس وبينات
من الهدى والفرقان (البقرة: 185)
“Bulan ramadhan: bulan yang di dalamnya
diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil” (QS.
Al-Baqarah: 185).
Ayat di atas menyatakan
bahwa Alquran turun pada bulan ramadhan yang di dalamnya terdapat malam yang
penuh dengan berkah dan malam yang mulia dari seribu ulan yakni lailatul qodar.
Tapi secara dhohir ayat tersebut bertentangan dengan kejadian nyata dalam
kehidupan Rasulullah Saw., yang mana Alquran turun kepada beliau selama 23
tahun. Dalam hal ini para ulama’ mempunyai 3 madzhab antara lain:
Madzhab
pertama: Pendapat ibnu Abbas dan sejumlah ulama’ serta yang dijadikan pegangan
oleh umumnya ulama’ bahwa turunnya Alquran sekaligus ke baitul izzah di
langit dunia pada malam lailatul qodar. Kemudian setelah itu Alquran
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., selama 23 tahun sesuai dengan
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian sejak beliau diutus hingga wafat.
فصل القرآن من الذكر فوضع في بيت العزة فجعل
جبريل ينزل به صلى الله عليه وسلم.
“Alquran itu dipisahkan dari Ad-Dzikr lalu
diletakkan di baitul izzah di langit dunia, maka Jibril mulai menurunkannya
kepada nabi Muhammad Saw”.
Madzhab kedua:
Yaitu ayng diriwayatkan oleh Asy-Sya’bu bahwa permulaan turunnya Alquran
dimulai pada malam lailatul qodar di bulan ramadhan. Kemudian diturunkan secara
bertahap sesuai dengan kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa selama kurang
lebih 23 tahun.
وقال الذين كفروا لو لا نزل عليه القرآن جملة
واحدة كذلك لنثبت به فؤادك ورتلناه ترتيلا ولا يأتونك بمثل إلا جئناك بالحق وأحسن
تفسيرا (الفرقان: 32-33)
“Dan berkatalah orang-orang kafir mengapa Alquran tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikian supaya kami
perkuat hatimu dengannya dan kami membacakannya kelompok demi kelompok.
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil
melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya” (QS. Al-Furqan: 32-33).
Madzhab ketiga:
Berpendapat bahwa Alquran diturunkan ke langit dunia selama 23 tahun malam
lailatul qodar yang pada setiap malamnya selama malam-malam lailatul qodar itu
ditentukan Allah untuk ditentukan pada setiap tahunnya dan jumlah wahyu yang
diturunkan ke langit dunia di malam lailatul qodar kemudian diturunkan secara
berangsur-angsur pada rasulullah sepanjang tahun.
BAB III
PENUTUP
I.
KESIMPULAN
Kita sebagai makhluk ciptaan Allah swt. harus
meyakini bahwa kitab Taurat, Zabur, Injil, dan Alquran adalah kitab Allah swt.
II.
SARAN
Dalam memahami suatu materi, pelajarilah materi dasarnya terlebih
dahulu. Karena itu sangatlah membantu dalam mempelajari materi yang lebih
tinggi. Materi dasar dapat kita simpulakan sebagai kunci dalam membuka suatu
pintu gerbang. Jadi apa gunanya bila kita tak mempunyai kunci tersebut. Akan
kah pintu atau gerbing itu bisa terbuka.
Dan makalah ini merupakan sebagian dasar kunci kecil untuk
mengaplikasikanya kedalam kehidupan, karena sebagai man di jelaskan kitab adaah
pedoman hidup manusia dan buku adalah kunci kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Baidan, Nashruddin. 2003. Perkembangan Tafsir Al Qur'an di Indonesia. Solo.Tiga Serangkai.
Baltaji, Muhammad. 2005. Metodologi Ijtihad Umar bin Al Khatab. (terjemahanH. Masturi Irham,
Lc). Jakarta. Khalifa.
Ichwan, Muhammad Nor. 2001. Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang.
Lubuk Raya.
Shihab, Muhammad Quraish. 1993. Membumikan Al-Qur'an. Bandung. Mizan.